SAYA BENCI KAMU!
Bila kita mendengar, atau membaca pernyataan di atas, bagaimana reaksi Anda? Atau, apabila Anda mendengar pernyataan tersebut disampaikan kepada orang lain, dapatkah Anda membayangkan perasaan orang yang mengucapkan kalimat tersebut? Ya, dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut mengandung muatan emosi negatif, yang menyebabkan orang yang dituju merasa terluka.
Dalam interaksi kita dengan orang lain, mengungkapkan rasa benci atau tidak suka hanyalah salah satu dari berbagai kemungkinan reaksi kita terhadap perilaku orang lain. Adakalanya kita merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang lain, namun tidak jarang kita hanya memendamnya. Pertimbangannya adalah kita merasa sungkan atau kuatir mendapatkan penilaian negatif. Akibatnya, kita merasa terganggu, marah, frustrasi, bahkan bila dibiarkan berlarut-larut, kita merasa tertekan dan depresi, dan hal tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik dalam fungsi keseharian kita.
Rasa nyaman dalam berinteraksi dengan orang lain diperlukan agar kita dapat menjalin relasi yang sehat. Agar suatu relasi dapat terbina dengan baik, diperlukan adanya saling menghargai, tidak hanya penghargaan kepada orang lain, namun juga penghargaan terhadap diri sendiri. Keduanya harus memiliki proporsi yang berimbang.
Bila kita cenderung menghargai keinginan dan harapan orang lain namun melupakan bahwa diri kita pun berhak atas penghargaan dari orang lain, maka kita menjadi pribadi yang cenderung submisif. Misalnya, saat menghadapi orang yang meminta bantuan atau memberikan tanggung jawab tertentu – biasanya pasangan, lawan jenis, atasan, senior, atau orang yang lebih tua. Namun walaupun permintaan tersebut di luar kemampuan kita, seringkali kita sulit menolak atau menjawab 'Tidak'. Akibatnya, kita menjadi terbebani dengan hal yang tidak kita inginkan, dan memendam beban itu sendiri karena tidak berani mengungkapkannya. Maksud hati menghargai orang lain, namun diri sendiri yang dirugikan.
Pada situasi yang lain, adakalanya kita merasa perlu menghargai keinginan diri sendiri dan menuntut agar orang lain mau dapat memenuhinya. Tidak jarang kita melampiaskan dorongan perasaan kita dengan cara yang agresif, memaksakan kehendak, mengintimidasi, bahkan menyakiti orang lain. Bentuk lainnya adalah, tidak secara terang-terangan bersikap agresif namun melakukan perilaku agresif yang tidak langsung, misalnya menyindir, bermuka dua, memperlihatkan sikap menerima namun di belakang kita tidak melakukan apa yang diminta, bahkan bersikap ambigu dan manipulatif. Dalam sebuah relasi, hal ini merupakan sesuatu yang tidak sehat karena kedua belah pihak tidak berimbang, sehingga pada akhirnya bahkan keduanya sama-sama merasa tidak nyaman.
Lalu, bagaimanakah kita dapat mengkomunikasikan perasaan, harapan, dan keinginan kita kepada orang lain dengan tepat dan tidak merugikan pihak manapun? Dengan cara bersikap asertif. Asertif adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan perasaan dan gagasan positif maupun negatif secara terbuka, jujur, langsung, dan tanpa kekerasan yang merugikan pihak manapun. Sikap asertif memungkinkan kita untuk berkonfrontasi secara positif dan kedua belah pihak menemukan kepuasan dalam penyelesaian sebuah konflik.
Dalam mengkomunikasikan diri secara asertif – mengungkapkan pendapat, menyatakan keberatan, menjelaskan perasaan, menyampaikan keinginan – ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Isi pesan yang ingin disampaikan hendaknya konkrit, obyektif, dan operasional. Jelaskan bagian mana yang tidak kita sukai dan apa alasannya secara jelas serta tidak menghakimi. Misalnya, kita tidak suka apabila ada orang yang merokok di dalam ruangan yang kita tempati, sampaikan keberatan kita secara jelas tanpa bermaksud memarahi atau membenci orang tersebut. Perhatikan bahwa yang menjadi fokus rasa tidak suka kita adalah perilakunya, bukan pelakunya. Selain itu, sikap tubuh, volume dan intonasi suara pun harus mendukung, tidak bernada tinggi, keras, dan bersikap menyerang. Pemilihan waktu dan pengenalan situasi saat menyampaikan pendapat pun dapat menentukan apakah pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara positif atau malah mendapatkan tanggapan yang negatif.
Dalam kaitan dengan komunikasi yang asertif, Thomas Gordon (1984) mengemukakan gagasan tentang "I-message" (Pesan Saya). Ada 4 komponen yang tercakup dalam penyampaian pesan secara asertif, berfokus pada diri dan perasaan kita. Pertama, jelaskan perilaku mana yang kita anggap mengganggu, secara obyektif namun tidak bermaksud menghakimi. Kedua, jelaskan bagaimana perilaku tersebut mengganggu kita. Ketiga, ungkapkan bagaimana perilaku tersebut mengganggu diri kita dan emosi yang muncul akibat perlakuan tersebut. Keempat, sampaikan keinginan kita agar keadaan tidak nyaman tersebut dapat diperbaiki. Sebagai contoh, Anda tidak suka kepada tetangga Anda karena mereka membuang sampah di halaman Anda. "Pesan Saya" dapat disampaikan sebagai berikut: "Saya tidak suka apabila Anda membuang sampah di halaman saya (1), karena halaman rumah saya menjadi kotor (2). Akibatnya saya harus lebih sering membersihkannya dan menjadi kesal (3). Saya harap Anda mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri di halaman rumah Anda (4)."
Tidak mudah untuk menerapkan sikap asertif dalam berhadapan dengan orang lain. Budaya kita masih cenderung mengharapkan kita lebih bersikap submisif demi sopan santun atau rasa hormat terhadap pihak tertentu. Penolakan atau bicara apa adanya dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak sopan sehingga sulit bagi kita untuk bersikap jujur dan terbuka dalam mengutarakan sesuatu. Di sisi lain, bisa saja sikap asertif malah mendapatkan tanggapan negatif sehingga sebuah konflik tidak terselesaikan. Misalnya, penolakan terhadap tugas yang diberikan oleh atasan kita akan beresiko pemutusan hubungan kerja. Bila kita tidak siap menanggung resiko tersebut, kita dapat bersikap bijak untuk memilih cara lain untuk menerima keadaan ini. Salah satu caranya adalah dengan menerima tugas tersebut dan mencari bentuk penyaluran stres yang muncul. Pilihannya ada di tangan Anda.
Maria H. Limyati-Wijayanto, M.Si, Psi
Staf Pengajar Fakultas Psikologi Ukrida – Jakarta
Praktek di LPT-UI Salemba Raya
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dimuat di Suara Pembaharuan Hari Kamis, 25 Oktober 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar